Felani Galih Prabawa

1 Juni 2013

Studi Kepemimpinan Pemimpin Indonesia

10.47 Posted by Felani Galih Prabawa , 2 comments
Kendati pesta demokrasi seluruh bangsa Indonesia dimulai pada satu tahun yang akan datang, tapi akhir-akhir ini media dan sudut-sudut perkotaan dihiasi oleh senyum manis para calon pemimpin bangsa Indonesia ini, mulai dari pemimpin yang akan menjabat ditiap-tiap daerah hingga pemimpin yang akan mencalonkan diri sebagai suksesor Pak SBY. Mereka (Para Calon Pemimpin) mengiklankan kata-kata mutiara atau mungkin hanya mengucapkan selamat pada setiap datangnya hari raya. Setiap kandidat berusaha mengenalkan dirinya ke khalayak ramai melalui potret media cetak atau elektronik.
Pertanyaan besarnya, apakah kata-kata yang mereka janjikan hanya iklan semata dan tidak ada tindakan nyata ketika mereka berhasil menduduki jabatan sebagai pemimpin daerah atau pemimpin bangsa?
Jawabannya bisa IYA dan TIDAK, dan kita terutama masyarakat kecil sebagai bangsa dari negara ini hanya bisa memberikan kepercayaan dan berharap agar mereka semua bisa mewujudkan apa yang telah mereka iklankan.

Siapakah pemimpin Indonesia pada masa yang akan datang? Seperti apakah sosoknya? Strategi apa yang akan ia terapkan di negeri ini? Semuanya masih misteri. Tapi ingat, Indonesia memiliki masa lalu dan itu bisa menjadi bahan ajaran untuk pemimpin masa kini, mulai dari gaya memimpin hingga penerapan kebijakan-kebijakan tertentu. Bagian terpenting adalah, pemimpin kita nantinya haruslah orang yang berkarakter, orang yang tepat di era ini, dan memiliki sistem pendukung yang kuat.
Dalam melihat sebuah sifat kepemipinan merupakan studi empiris. Tak berlaku teori-teori matematis atau filosofis, sehingga perlu secara komparatif dan komprehensif merupakan cara terbijak untuk melihat sebuah latar belakang dari kepemimpinan.
Ada 3 unsur utama yang tidak bisa lepas dari kepemimpinan, yaitu Karakter, Sistem, dan Era. Ketiga unsur ini bagi saya sangat layak untuk dimiliki oleh seorang pemimpin bangsa, khususnya di Indonesia, karena pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki karakter tepat pada zamannya dengan perangkat sistem yang mendukung. Salah satu dari ketiga faktor itu tidak dapat dituakan dan dituhankan, karena ketiganya sudah ibarat gigi roda, bukan tentang besar-kecil, tapi tentang kesesuaian.

Empirisme Alm. Jend. Soeharto dan Jend. Susilo Bambang Yudhoyono

A. Karakter
Karakter merupakan salah satu faktor internal dari 2 faktor lainnya. Pembuktuk karakter bisa dari lingkungan, pendidikan, dan yang paling utama yaitu keluarga.
Soeharto dan SBY adalah sama-sama berasal dari Jawa, memiliki 4 bintang di bahunya, berasal dari keluarga sederhana, serta tumbuh dalam lingkungan yang sering disebut hari ini dengan Broken Home.
Akan tetapi, Jend. Soeharto hanya tamatan SMA dan tumbuh besar dalam asuhan perang dan konflik negara. Berbanding lurus dengan Jend. SBY, beliau adalah Doktor Pertanian yang dibesarkan oleh sekolah dan transisi pemerintahan. Dan hal ini menjadi pengaruh besar atas mentalitas keduanya.
Bagi Pak Harto, pengalaman mengajarkan jika ada musuh, maka tembaklah sebelum ia menembakmu. Sedangkan bagi Pak SBY, sekolah mengajarkan cara membuat musuh berhenti menembak, namun dengan putusan-putusan yang (teori) tak akan menumpahkan darah siapapun. Menurut Pak Harto, negara yang kuat dicerminkan dengan beton. Bagi Pak Beye, mungkin negara yang kuat dapat tercermin dengan relasi.

B. Sistem
Sistem merupakan faktor eksternal pendukung seorang pemimpin. Analoginya, seseorang tidak bisa menggerakan mobil sendirian. Mobil butuh roda untuk mampu berjalan, butuh bensin sebagai sumber energi penggerak, dan butuh oli untuk mendukung mesin agar bekerja dengan baik. Pemimpin yang sedang memimin negara atau organisasi lainnya ibarat sedang mengendarai mobil. Ia tidak bisa melaju kencang jika hanya tenaga mobil tersebut 1000cc. Ia pun tidak bisa berharap akan hemat bahan bakar jika ia mengendarai muscle car 5000cc. Jika mobil itu adalah analogi dari sebuah sistem, kesimpulannya yakni, seorang pemimpin tidak  akan bisa melawan sistem, kecuali ia cukup kuat untuk merestrukturasi sistem yang ada. Jika hal ini gagal, maka keteraturan sistem akan hilang.
Pak Harto memimpin bangsa Indonesia dengan sistem sentralistik terpusat, dimana ia mengenalikan semuanya. Sedangkan Pak SBY memimpin Indonesia dengan sistem yang disebut Olig-Krasi, dimana ia tidak bisa mengendalikan semuanya, tetapi hanya sebagian saja.
Pemerintahan Pak Harto yang cepat dan tegas sangat tepat dengan sistem yang menumpukan pembangunan pada pimpinan. Sedangkan gaya SBY yang banyak lobi dan politik pencitraan juga kiranya cukup sesuai bagi sebagian kalangan. Artinya, pemimpin tidak bisa dikatakan cukup baik atau cukup buruk tanpa melihat kecocokan dengan sistem yang dibawahinya. Jika Pak Harto memimpin Indonesia sekarang, percayalah akan banyak orang yang mengutuk kediktatorannya. Sedangkan jika SBY memimpin Indonesia pada era 1960, percayalah akan ada banyak orang yang mengutuk kelambanannya.

C. Era
Era atau zaman adalah faktor ketiga, ini adalah tentang waktu. Tidak akan ada suatu perhelatan malam tahun baru kecuali di tanggal 31 Desember tiap tahunnya. Tidak ada momentum perayaan hari kemerdekaan bangsa Indonesia kecuali tangga 17 Agustus. Begitulah waktu, semuanya tentang kesesuaian.
Pak Seoharto memimpin bangsa Indonesia disaat negara ini masih bayi, sehingga perlu diajarkan terlebih dahulu. Sedangkan Pak SBY memimpin disaat negara ini beranjak remaja, masa yang penuh gejolak dan mencari jati diri. Pak Harto tepat jika memimpin negara ini dengan prioritas pembangunan, sehingga MPR menghadiahi julukan Bapak Pembangunan Nasional. Beliau fokus dalam pembangunan infrastruktur, terutama pertanian. Ibaratnya jika bayi diberikan asupan kalsium sehingga kakinya tumbuh kuat untuk berdiri. Pak Harto memang membungkam demokrasi dan kebebasan berbicara. Menurutnya, belum waktunya bagi seorang bayi yang masih kecil ini untuk berbicara, untuk diberikan kebebasan yang sebebas-bebasnya. Era Indonesia Bayi sangat cocok dengan gaya memimpin Pak Harto, cepat, tegas, dan langsung tanpa ada banyak pertimbangan.
Berbeda zaman dengan Pak SBY dihari ini, dimana negara ini sedang mengalami proses transisi, proses pencarian jati diri. Semua pihak diberikan kebebasan kebebasan berpendapat dan meyakini kebenaran masing-masing. Hal tersebut mengakibatkan negara  menjadi tidak stabil. Tapi mungkin Pak Beye tahu, seorang Pak Ustad saja dulunya pernah mencuri mangga tetangga. Pak SBY sadar, ia harus memberikan kebebasan untuk negeri ini mencari jati dirinya tanpa didikte. Era remaja ini sangat cocok dengan gaya kepemimpina Pak SBY yang memberikan kebebasan penuh untuk demokrasi, ekspresi dan untuk berkonsilidasi. Tanpa adanya kelunakan politik ini, remaja tersebut akan menjadi suatu anak besar yang tumbuh karena dipaksa oleh orang tuanya. Dimana Pak Beye tahu, bahwa hal tersebut bisa menjadi bom waktu yang bisa meledak disaat-saat tertentu, seperti negara-negara Timur Tengah yang mengalami pubertas.

Dari pemarapan studi di atas, dapat kita tarik benang merahnya. Bahwa setiap kepemimpinan tidak bisa dilihat dari satu faktor saja, namun harus secara komprehensif dan menyeluruh. Tidak ada kepemimpina yang gagal selama ia TOTAL. Bahkan China yang tidak mengindahkan HAM mampu menjadi raksasa Asia bahkan dunia, karena mereka total dalam menjalankan komunisme.
***

Tulisan ini didedikasikan untuk hari jadi Pancasila ke 67 (1 Juni 1945-1 Juni 2013)
Semoga semua elemen bangsa mampu mengimplementasikan setiap makna dari Pancasila ini, demi terciptanta kemajuan Bangsa dan Negara Indonesia.

Posted by: Felani Galih Prabawa
Sumber: Majalah Sekeliling edisi #04 hal. 48-50 (Majalah Epik)
And Also thanks for anyone who created the pictures above

2 komentar:

  1. memang semua zaman memiliki pemuda nya masing-masing,, dan setiap pemuda memiliki zamanya masing-masing.. kini apakah kita sebagai pemuda masih bisa dikatakan belum mampu untuk merekonstruksi sistem pemerintahan ini. kini masih adakah kata maklum untuk kepemimpinan yang seperti itu..
    pancasila yg begitu sempurna dan hanya dimiliki Indonesia adalah dasar ideologi yang sangat kuat untuk membuat pemerintahan ini lebih baik, negara yang lebih baik.. kepemimpinan yang berasaskan pancasila lah yang seharusnya lahir, sampai kapan kita memaklumi zaman? sampai kapan kata" maklum" itu melemahkan langka bangsa ini.. bangsa indonesia jika ingin menjadi bangsa yang besar dan maju haruslah membentuk zaman kejayaanya bukan membiarkan zaman membudaki.. :):)

    BalasHapus
  2. amiinn, semoga saja muncul pemimpin2 ideal untuk bangsa dan negara Indonesia ini ;) terima kasih amipra :D

    BalasHapus

Thanks you, visitors.